Beranda | Artikel
Tujuh Syarat Kalimat Tauhid
Jumat, 4 Desember 2015

Bismillah.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, kalimat tauhid adalah kunci surga. Oleh sebab itu dakwah Islam memberikan perhatian besar terhadapnya, agar manusia mengenal kandungannya dan mentauhidkan Allah dengan sebenar-benarnya.

Seperti yang dipesankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz ketika mengutusnya ke Yaman. Beliau berpesan, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah syahadat laa ilaha illallah.” dalam riwayat lain dikatakan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syahadat

Kalimat tauhid tidak bisa diterima tanpa terpenuhi syarat-syaratnya. Oleh sebab itu ketika Wahb bin Munabbih -salah seorang ulama tabi’in- rahimahullah ditanya, “Bukankah laa ilaha illallah adalah kunci surga?” maka beliau menjawab, “Benar. Akan tetapi tidaklah suatu kunci melainkan memiliki gerigi-gerigi. Apabila kamu datang dengan kunci yang memiliki gerigi-gerigi itu maka surga akan dibukakan untukmu. Apabila tidak maka tidak akan dibukakan surga untukmu.” (lihat al-Jami’ lil Buhuts wa Rasa’il oleh Syaikh Abdurrazzaq, hal. 558)

Dengan penelitian dan pengkajian para ulama maka disimpulkan ada tujuh syarat pokok dari kalimat tauhid ini, yaitu : ilmu, yakin, ikhlas, jujur, cinta, menerima, dan tunduk patuh. Ketujuh syarat ini merupakan kesimpulan dari berbagai dalil Al-Kitab dan As-Sunnah. Berikut ini secara ringkas penjelasan beserta dalilnya, kami ambil dari keterangan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr.

Syarat Pertama : Ilmu.

Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah mengetahui makna dari kalimat tauhid, berupa penafian dan penetapan. Yaitu menafikan atau menolak segala ibadah kepada selain Allah, dan menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah. Oleh sebab itu kita selalu membaca dalam al-Fatihah ‘iyyaka na’budu’ yang maknanya adalah ‘hanya kepada-Mu kami beribadah’. Artinya kita tidak beribadah kepada selain-Nya.

Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa meninggal dalam keadaan mengetahui/berilmu bahwasanya tiada ilah -yang benar- selain Allah maka dia masuk surga.” (HR. Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa dipersyaratkan harus mengetahui makna laa ilaha illallah untuk bisa masuk ke dalam surga.

Syarat Kedua : Yakin.

Maksudnya adalah orang yang mengucapkan kalimat tauhid ini berada dalam keadaan yakin mengenai apa yang dia persaksikan. Tidak menyimpan keraguan. Dalil syarat ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang benar selain Allah dan bahwa aku -Muhammad- adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba bertemu dengan Allah dengan membawa kedua persaksian ini tanpa menyimpan keraguan padanya melainkan dia pasti masuk surga.” (HR. Muslim)

Syarat Ketiga : Ikhlas.

Yang dimaksud dengan ikhlas di sini adalah memurnikan ibadah dan amal untuk Allah semata, sehingga bersih dari syirik dan riya’. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang paling berbahagia dengan syafa’at dariku nanti pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dari hatinya.” (HR. Bukhari)

Syarat Keempat : Jujur.

Jujur atau shidq yang dimaksud di sini adalah seorang hamba mengucapkan kalimat syahadat ini dengan jujur dari dalam hatinya, tidak dengan kedustaan. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah dengan jujur dari dalam hatinya melainkan Allah haramkan atasnya neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syarat Kelima : Cinta.

Cinta atau mahabbah yang dimaksud di sini adalah mencintai Allah dan rasul-Nya serta kaum mukminin dan membenci siapa saja yang menyimpang dari kalimat laa ilaha illallah. Diantara dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Simpul keimanan yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR. Ahmad, dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah)

Syarat Keenam : Menerima.

Menerima atau qabul yang dimaksud adalah menerima kandungan kalimat tauhid ini dengan lisan dan hatinya. Tidak sebagaimana orang-orang musyrik yang menolak kandungan kalimat tauhid ini. Hal ini seperti yang dikisahkan Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya mereka itu apabila dikatakan kepada mereka laa ilaha illallah maka mereka pun menyombongkan diri. Dan mereka mengatakan ‘apakah kami harus meninggalkan sesembahan-sesembahan kami gara-gara mengikuti ucapan seorang penyair gila?’.” (Ash-Shaffat : 35-36)

Syarat Ketujuh : Tunduk Patuh.

Tunduk patuh atau inqiyad maksudnya adalah orang yang mengucapkan kalimat laa ilaha illallah harus tunduk kepada aturan dan syari’at Allah. Istilah tunduk patuh ini dalam Al-Qur’an disebut dengan bahasa ‘memasrahkan wajah kepada Allah’. Sebagaimana dalam ayat (yang artinya), “Barangsiapa yang memasrahkan wajahnya kepada Allah dan dia berbuat ihsan/kebaikan, maka sungguh dia telah berpegang teguh dengan buhul tali yang sangat kuat/al-‘urwatul wutsqa.” (Luqman : 22)

Inilah syarat-syarat dari kalimat laa ilaha illallah. Yang dituntut bukanlah semata-mata mengetahui dan menghafalkannya. Karena bisa jadi seorang muslim yang awam dan tidak menghafal ketujuh syarat ini akan tetapi dia telah memenuhi dan merealisasikannya. Sebaliknya, bisa jadi ada orang yang hafal ketujuh syarat ini namun justru terjerumus dalam hal-hal yang merusak dan membatalkannya. Oleh sebab itu yang dimaksud adalah hendaknya mengilmui dan mengamalkannya, bukan sekedar mengenal atau menghafalnya.

Demikian sekilas faidah yang bisa kami sarikan dari penjelasan Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah sebagaimana bisa dibaca dalam kumpulan karya beliau yang berjudul ‘al-Jami’ lil Buhuts wa Rasa’il’ halaman 558-562. Semoga bermanfaat.


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/tujuh-syarat-kalimat-tauhid/